Minggu, 15 Januari 2012

Menyikapi Kenaikan BBM

Menyikapi kenaikan BBM

Kenaikan harga BBM memang menjadi trendingtopic tersendiri dalam perkembangan perekonomian dunia karena bagi Negara berkembang seperti Negara kita ini kenaikan harga BBM  tentunya sangat berpengaruh dalam perekonomian kita. Seperti yang kita ketahui BBM di Negara kita sangat terpengaruh oleh kenaikan harga minyak bumi dunia apalagi jika harga minyak mentah dan mata uang dunia sedang tidak stabil kenaikan BBM pun tentunya sulit untuk dihindari dari krisis global dunia. Seperti pada malam sabtu kemarin pemerintah mengumumkan harga baru Bahan bakar minyak (BBM) yang baru yaitu untuk premium Rp 6.000, Solar Rp 5.500, dan minyak tanah Rp 2.500 dengan di umumkanya harga baru tersebut maka resmilah harga baru BBm tersebut. meski disana sini masih ada penolakan kenaikan BBM namun tidak juga menghenti pemerintah untuk menaikan harga, kalau sudah begeni mau dapakan lagi, sekarang kita harus bisa menyikapi hal tersebut beginilah Negara kita. jadi kita harus menerima dengan lapang dada atas kenaikan BBM tersebut,namun demikian bukan berarti kita tidak memberikan suatu masukan bagi pemerintah, yang perlu kita sarankan kepada pemerintah sebelum menaikan BBM harus terlebih dahulu mencari jalan yang terbaik untuk memecahkan masalah ini. mungkin bisa menaikan Pajak mobil-mobil mewah atau mendata orang-orang yang ekonominya yang tidak pantas memakai BBM yang bersubsidi dan barang kali masih banyak jalan lainya untuk mencarikan solusinya.



Pengaruh kenaikkan BBM

Gejolak harga minyak dunia sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2000. Tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan menurunnya kapasitas cadangan. Ada sejumlah faktor penyebab terjadinya gejolak ini, salah satunya adalah persepsi terhadap rendahnya kapasitas cadangan harga minyak yang ada saat ini, yang kedua adalah naiknya permintaan (demand) dan di sisi lain terdapat kekhawatiran atas ketidakmampuan negara-negara produsen untuk meningkatkan produksi, sedangkan masalah tingkat utilisasi kilang di beberapa negara dan menurunnya persediaan bensin di Amerika Serikat juga turut berpengaruh terhadap posisi harga minyak yang terus meninggi. (Republika Online, Selasa 28 Juni 2005).

           Hal ini kemudian direspon oleh pemerintah di beberapa negara di dunia dengan menaikkan harga BBM. Demikian juga dengan Indonesia, DPR akhirnya menyetujui rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak pada hari Selasa 27 September 2005 sebesar minimal 50%. Kebijakan kenaikan harga BBM dengan angka yang menakjubkan ini tentu saja menimbulkan dampak yang signifikan terhadap perekonomian sehingga kebijakan ini menimbulkan banyak protes dari berbagai kalangan. Keputusan pemerintah menaikkan harga bensin, solar, dan minyak tanah sejak 1 Oktober 2005 akibat kenaikan harga minyak mentah dunia hingga lebih dari 60 Dolar AS per barel dan terbatasnya keuangan pemerintah ini direspon oleh pasar dengan naiknya harga barang kebutuhan masyarakat yang lain. Biaya produksi menjadi tinggi, harga barang kebutuhan masyarakat semakin mahal sehingga daya beli masyarakat semakin menurun. Secara makro cadangan devisa negara banyak dihabiskan oleh Pertamina untuk mengimpor minyak mentah. Tingginya permintaan valas Pertamina ini, juga menjadi salah satu penyebab terdepresinya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (Metrotvnews.com, 28 September 2005).

Terjadinya hubungan timbal balik antara naiknya biaya produksi dan turunnya daya beli masyarakat berarti memperlemah perputaran roda ekonomi secara keseluruhan di Indonesia. Kondisi ini dapat mempengaruhi iklim investasi secara keseluruhan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek naiknya harga BBM tersebut disikapi oleh pelaku pasar, khususnya pelaku pasar modal sebagai pusat perputaran dan indikator investasi.

Kontroversi kenaikan harga minyak ini bermula dari tujuan pemerintah untuk menyeimbangkan biaya ekonomi dari BBM dengan perekonomian global. Meskipun perekonomian Indonesia masih terseok mengikuti perkembangan perekonomian dunia, akhirnya kebijakan kenaikan BBM tetap dilaksanakan mulai tanggal 1 Oktober 2005. Akibatnya, perilaku investasi di Indonesia sangat memungkinkan mengalami perubahan. Setiap peristiwa berskala nasional apalagi yang terkait langsung dengan permasalahan ekonomi dan bisnis menimbulkan reaksi para pelaku pasar modal yang dapat berupa respon positif atau respon negatif tergantung pada apakah peristiwa tersebut memberikan stimulus positif atau negatif terhadap iklim investasi. Berdasarkan pada argumentasi di atas, maka dimungkinkan akan terjadi reaksi negatif para pelaku pasar modal setelah pengumuman tersebut. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya bahwa kenaikan harga BBM ini direaksi positif oleh pelaku pasar, maka kesimpulan sederhana dari dampak peristiwa pengumuman tersebut adalah bahwa naiknya harga BBM memberikan stimulus positif pada perekonomian Indonesia.

Dengan berkembangnya kontroversi pro dan kontra terhadap kenaikan harga BBM tersebut, penelitian ini berusaha mengetahui dampak langsung peristiwa kenaikan BBM terhadap kondisi masyarakat kecil di Indonesia.

Solusi Mudah Masalah BBM

Perkembangan harga minyak mentah dunia kian menjadi-jadi (97 dolar AS  per barrel) dan diprediksi mencapai 100 dolar AS per barel (155 liter). Jika kurs adalah Rp9.200, maka harga minyak mentah sebagai bahan baku bahan bakar minyak (BBM) sudah sekitar Rp6.000 per liter. Berarti dengan harga jual eceran BBM premium Rp4.500 (belum termasuk biaya proses dan distribusi) sudah jelas jauh di bawah harga jual yang wajar. Secara ekonomi kondisi yang demikian tentu tidak sehat.

            Kendaraan bermotor juga terus bertambah sejalan dengan kemajuan ekonomi. Lebar jalan yang tidak bertambah menambah kemacetan sehingga konsumsi BBM makin boros. Salah satu solusi efektif ialah kebijakan transportasi massal yang semakin efektif. Dengan demikian biaya pengangkutan dan konsumsi BBM pun niscaya lebih hemat. Selanjutnya penghematan dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur sehingga kecepatan akselerasi ekonomi lebih tinggi. Potensi besar yang kini dimiliki Indonesia ialah pengembangan agrofuel (memproses minyak sawit dan jarak menjadi bahan bakar nabati atau BBN).

Mengingat bahan baku sudah tersedia dalam jumlah melimpah dan teknologinya sudah ada, maka sekarang yang dibutuhkan ialah kemauan politik dan kebijaksanaan. Pemeirntah harus membuat aturan yang jelas dan insentif yang benar-benar menjadi daya tarik bagi investor jangka panjang. Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa Indonesia punya banyak cara menghadapi kenaikan harga BBM.

           Tetapi yang paling penting ialah pemerintah  harus menyiapkan strategi dan skenario pengurangan subsidi dan penghematan konsumsi BBM serta mendorong produksi agrofuel atau BBN. Disosialisasikan supaya masyarakat lebih memahami dan menyadari betapa pentingnya langkah tersebut didukung oleh publik. Hanya dengan cara demikian upaya mengantisipasi kenaikan harga minyak dapat dihadapi secara bersama-sama. Insya Allah hal tersebut dapat mengurangi keruwetan yang dialami Negara hanya karena masalah BBM yang terus meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar