Ragam
dan Laras Bahasa
I.
Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa
menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut
hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium
pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa
yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise
tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah
(karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam
surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam
bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9),
bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok,
yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi resmi, seperti
di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku.
Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita
tidak dituntut menggunakan bahasa tak baku.
Ditinjau dari media atau sarana yang
digunakan untuk menghasilkan bahasa, yaitu (1) ragam bahasa lisan, (2) ragam
bahasa tulis. Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan
fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang
dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya,
dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan
dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara
penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis
ragam itu memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya
huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan
bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa
itu berkembang menjdi sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak
identik benar, meskipun ada pula kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek
tata bahasa dan kosa kata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang
berbeda satu dari yang lain.
Media
pengantar dan sarana terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Ragam bahasa lisan berupa alat ucap.
2. Ragam bahasa tulisan berupa huruf.
Situasi dan pemakaian terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Lisan => Bahasa dalam pengucapan.
2. Tulisan => Bahasa dalam tulisan.
1. Ragam bahasa lisan berupa alat ucap.
2. Ragam bahasa tulisan berupa huruf.
Situasi dan pemakaian terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Lisan => Bahasa dalam pengucapan.
2. Tulisan => Bahasa dalam tulisan.
Berikut
ini ialah jenis-jenis dan ragam bahasa :
1.
Berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan menjadi :
-Ragam
bahasa undang-undang.
- Ragam bahasa jurnalistik.
- Ragam bahasa ilmiah.
- Ragam bahasa sastra.
- Ragam bahasa jurnalistik.
- Ragam bahasa ilmiah.
- Ragam bahasa sastra.
2.
Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan atas:
2.1.
Ragam lisan yang antara lain meliputi:
- Ragam bahasa cakapan.
- Ragam bahasa pidato.
- Ragam bahasa kuliah.
- Ragam bahasa panggung.
- Ragam bahasa cakapan.
- Ragam bahasa pidato.
- Ragam bahasa kuliah.
- Ragam bahasa panggung.
2.
2. Ragam tulis yang antara lain meliputi:
- Ragam bahasa teknis.
- Ragam bahasa undang-undang.
- Ragam bahasa catatan.
- Ragam bahasa surat.
- Ragam bahasa teknis.
- Ragam bahasa undang-undang.
- Ragam bahasa catatan.
- Ragam bahasa surat.
3.
Ragam bahasa menurut hubungan antar pembicara dibedakan menurut akrab tidaknya
pembicara, dibedakan menjadi :
-
Ragam bahasa resmi.
- Ragam bahasa akrab.
- Ragam bahasa agak resmi.
- Ragam bahasa santai.
- Ragam bahasa akrab.
- Ragam bahasa agak resmi.
- Ragam bahasa santai.
Di dalam bahasa Indonesia disamping
dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam
baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa
kata bahasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah
kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia
ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan
penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di dalam
menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam
ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab.
Walaupun demikian, tidak tertutup
kemungkinan digunakannya kosa kata ragam
baku
di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan
rasa
bahasa ragam yang bersangkutan. Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa
jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk
kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna
bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah
tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan
(situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968;
Spradley, 1980).
Menurut
Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan :
1.
Media pengantarnya atau sarananya, yang terdiri atas :
a.
Ragam lisan.
b.
Ragam tulis.
Ragam lisan adalah bahasa yang
diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar,
misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi
perkuliahan, ceramah dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam percakapan
antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ragam tulis adalah bahasa yang
ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang
standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam
buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat
menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
I.1
Berdasarkan situasi dan pemakaian
Ragam bahasa baku dapat berupa : (1)
ragam bahasa baku tulis dan (2) ragam bahasa baku lisan. Dalam penggunaan ragam
bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh
situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang
diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar
terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa
baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata,
penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta
kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ragam bahasa baku lisan didukung
oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat.
Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan
dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam
kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan
dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung
di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan
dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan
lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan
dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi
tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis.
Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan
ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa
serupa
itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing,
ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
Contoh
perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa
dan kosa kata) :
1.
Tata Bahasa
(Bentuk
kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a.
Ragam bahasa lisan :
-
Nia sedang baca surat kabar
-
Ari mau nulis surat
-
Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
-
Mereka tinggal di Menteng.
-
Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
-
Saya akan tanyakan soal itu
b.
Ragam bahasa Tulis :
-
Nia sedangmembaca surat kabar
-
Ari mau menulis surat
-
Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
-
Mereka bertempat tinggal di Menteng
-
Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
-
Akan saya tanyakan soal itu.
2.
Kosa kata
Contoh
ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a.
Ragam Lisan
-
Ariani bilang kalau kita harus belajar
-
Kita harus bikin karya tulis
-
Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b.
Ragam Tulis
-
Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
-
Kita harus membuat karya tulis.
-
Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.
Istilah
lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar, semi
standar dan nonstandar.
a.
ragam standar,
b.
ragam nonstandar,
c.
ragam semi standar.
Bahasa ragam standar memiliki sifat
kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak
bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan di
bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis
laras yang diperlukan dalam kehidupan modem (Alwi, 1998: 14).
Pembedaan
antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan :
a.
topik yang sedang dibahas,
b.
hubungan antarpembicara,
c.
medium yang digunakan,
d.
lingkungan, atau
e.
situasi saat pembicaraan terjadi
Ciri
yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar :
•penggunaan
kata sapaan dan kata ganti,
•penggunaan
kata tertentu,
•penggunaan
imbuhan,
•penggunaan
kata sambung (konjungsi), dan
•penggunaan
fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata
ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat
menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan
menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam
ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam nonstandar,
kita akan menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan
ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar.
Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan bentuk baku atau
istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam
ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi)
dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar,
sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini
mengganggu kejelasan kalimat.
Contoh
: (1) Ibu mengatakan, kita akan pergi besok
(1a)
Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok
Pada
contoh (1) merupakan ragam semi standar dan diperbaiki contoh (1a) yang
merupakan ragam standar.
Contoh
: (2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan itu.
(2a)
Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Kalimat
(1) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan kalimat (2) kehilangan kata
depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata ini sering dihilangkan. Hal
ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semi standar.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri
terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian
dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung
pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat dihilangkan.
Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan orang.
Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab
“Tau.” untuk
menyatakan
‘tidak tahu’. Sebenarnya, pembedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan
di atas adalah Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam
ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
II.
Laras Bahasa
Pada saat digunakan sebagai alat
komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi
pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan
pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah
populer, laras feature, laras komik, laras sastra, yang masih dapat dibagi atas
laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya. Setiap laras memiliki
cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan
secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar, semi standar, atau
nonstandar. Laras bahasa yang akan kita bahas dalam kesempatan ini adalah laras
ilmiah.
Penggunaan
laras bahasa yang berlainan ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu:
A.
Ciri-ciri laras bahasa
Penggunaan
laras bahasa yang berlainan ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu :
1.
Ciri-ciri keperihalan sesuatu peristiwa bahasa
2.
Ciri-ciri linguistik
B.
Format laras bahasa
1.
Laras yang mempunyai format tersendiri adalah seperti berikut :
2.
Laras undang undang
3.
Laras ucapan
4.
Laras iklan
5.
Laras laporan berita
II.1.
Laras llmiah
Dalam uraian di atas dikatakan bahwa
setiap laras dapat disampaikan dalam ragam standar, semi standar, atau
nonstandar. Bisa juga dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Akan
tetapi, tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan
ragam standar. Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang
merupakan hasil pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi,
seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali berbagai bahan informasi menjadi
sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah
tidak disebut pengarang melainkan disebut penulis (Soeseno, 1981: 1).
Dalam uraian di atas dibedakan
antara pengertian realitas dan fakta. Seorang pengarang akan merangkaikan
realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan
merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realistis berarti bahwa
peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah
dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh penulis.
Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat keterangan, press release,
surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu peristiwa faktual. Faktual
berarti bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan benar-benar
dilihat, dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin, 1994: 378).
Karya ilmiah memiliki tujuan dan
khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam karya ilmiah, aspek
komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan
untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya
ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan
hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang
kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah teori
berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya ilmiah tetap harus dapat
secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya. Persyaratan bagi sebuah
tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut
(Brotowidjojo, 1988: 15-16).
1.
Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan
aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
2.
Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidakbersifat
terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etikpenulisan ilmiah, yakni
penyebutan rujukan dan kutipan yang jelas.
3.
Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakansecara
terkendali, konseptual, dan prosedural.
4.
Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat denganpemahaman dan alasan yang
indusif yang mendorong pembacauntuk menarik kesimpulan.
5.
Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan danpembuktian
berdasarkan suatu hipotesis.
6.
Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiahhanya
mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akanmemancing pertanyaan yang
bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak
bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
7.
Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul
kesan argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka
karangan yang cermat.
Dengan demikian, fakta dan hukum
alam yang diterapkan padasituasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri.
Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan
keyakinanakan kebenaran karya ilmiah tersebut.
Berdasarkan
uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karyailmiah memiliki
tiga ciri, yaitu :
a.
Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna.
b.
Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yangdigunakan,
agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan.
c.
Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping persyaratan tersebut di
atas, untuk dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada ketentuan struktur
atau format karangan yang kurang lebihbersifat baku. Ketentuan itu merupakan
kesepakatan sebagaimana tertuang dalam International Standardization
Organization (ISO). Publikasi yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam ISO memberikan kesan bahwa publikasi itu kurang valid sebagai
terbitan ilmiah (Soehardjan, 1997 : 10).
Struktur karya ilmiah (Soehardjan,
1997 : 38) terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, bahan dan
metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar
pustaka. ISO 5966 (1982) menetapkan agar karya ilmiah terdiri atas judul, nama
penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, inti tulisan (teori metode, hasil,
dan pembahasan), simpulan, dan usulan, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka
(Soehardjan, 1997 : 38).
III.
Ragam Bahasa Keilmuan
Menurut Sunaryo, (1994 : 1), bahwa
dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan kaidah-kaidah berbahasa, baik yang
berkaitan kebenaran kaidah pemakaian bahasa sesuai dengan konteks situasi,
kondisi, dan sosio budayanya. Pada saat kita berbahasa, baik lisan maupun
tulis, kita selalu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk
bahasa yang kita gunakan. Pada saat menulis, misalnya kita selalu memperhatikan
siapa pembaca tulisan kita , apa yang kita tulis, apa tujuan tulisan itu, dan
di media apa kita menulis. Hal yang perlu
mendapat
perhatian tersebut merupakan faktor penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor
penentu berkomunikasi meliputi : partisipan, topik, latar, tujuan, dansaluran
(lisan atau tulis).
Partisipan tutur ini berupa PI yaitu
pembicara/penulis dan P2 yaitu pembaca atau pendengar tutur. Agar pesan yang
disampaikan dapat terkomunikasikandengan baik, maka pembicara atau penulis
perlu (a) mengetahui latar belakang pembaca/pendengar, dan (b) memperhatikan
hubungan antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca. Hal itu perlu
diketahui agar pilihan bentuk bahasa yang digunakan tepat , disamping agar pesannya
dapat tersampaikan, agar tidak menyinggung perasaan, menyepelekan, merendahkan
dan sejenisnya. Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan
penutur ke penanggap penutur. Penyampaian topik tutur dapat dilakukukan secara
: (a) naratif (peristiwa, perbuatan, cerita), (b) deskriptif (hal-hal faktual :
keadaan, tempat barang, dsb.), (c). ekspositoris, (d) argumentatif dan
persuasif.
Ragam
bahasa keilmuan mempunyai ciri :
1.
Cendekia : bahasa Indonesia keilmuan itu mampu digunakan untuk mengungkapkan
hasil berpikir logis secara tepat.
2.
Lugas dan jelas : bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk menyampaikan
gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.
3.
Gagasan sebagai pangkal tolak : bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan
orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan diarahkan pada gagasan atau
hal-hal yang diungkapkan, tidak pada penulis.
4.
Formal dan objektif : komunikasi Ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi
formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam
bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi
formal atau resmi. Pada lapis kosa kata dapat ditemukan kata-kata yang berciri
formal dan kata-kata yang berciri informal (Syafi’ie, 1992:8-9).
Contoh
:
Kata
berciri formal Kata berciri informal
Korps Korp
Berkata Bilang
Karena Lantaran
Suku
cadang Onderdil
IV.
Laras Ilmiah Populer
Laras ilmiah populer merupakan
sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi diungkapkan dengan cara penuturan
yang mudah dimengerti. Karya ilmiah populer tidak selalu merupakan hasil
penelitian ilmiah. Tulisan itu dapat berupa petunjuk teknis, pengalaman dan
pengamatan biasa yang diuraikan dengan metode ilmiah. Jika karya ilmiah harus
selalu disajikan dalam ragam bahasa yang standar, karya ilmiah populer dapat
disajikan dalam ragam standar, semi standar dan nonstandar. Penyusun karya
ilmiah populer akan tetap disebut penulis dan bukan pengarang, karena proses
penyusunan karya ilmiah populer sama dengan proses penyusunan karya ilmiah.
Pembedaan terjadi hanya dalam cara
penyajiannya. Seperti diuraikan di atas, persyaratan yang berlaku bagi sebuah
karya ilmiah berlaku pula bagi karya ilmiah populer. Akan tetapi, dalam karya
ilmiah populer terdapat pula persoalan lain, seperti kritik terhadap pemerintah,
analisis atas suatu peristiwa yang sedang populer di tengah masyarakat, jalan
keluar bagi persoalan yang sedang dihadapi masyarakat, atau sekedar informasi
baru yang ingin disampaikan kepada masyarakat.
Jika karya ilmiah memiliki struktur
yang baku, tidak demikian halnya dengan karya ilmiah populer. Oleh karena itu,
karya ilmiah populer biasanya disajikan melalui media surat kabar dan majalah,
biasanya, format penyajiannya mengikuti format yang berlaku dalam laras
jurnalistik. Pemilihan topik dan perumusan tema harus dilakukan dengan cermat.
Tema itu kemudian dikerjakan dengan jenis karangan tertentu, misalnya narasi,
eksposisi, argumentasi, atau deskripsi. Secara lebih rinci lagi, penulis dapat
mengembangkan gagasannya dalam berbagai bentuk pengembangan paragraf seperti
pola pemecahan masalah, pola kronologis, pola perbandingan, atau pola sudut
pandang.
Ada
beberapa jenis ragam bahasa, antara lain:
1. Berdasarkan
pokok pembicaraan
2. Berdasarkan
media pembicaraan
3. Menurut
hubungan antara pembicara
Fungsi
ragam dan laras bahasa antara lain:
1. Sebagai
alat ekspresi diri
2. Sebagai
alat komunikasi
3. Sebagai
alat integrasi dan adaptasi sosial
4. Sebagai
alat kontrol sosial
V.
Aplikasi Ragam dan Laras Bahasa dalam kehidupan sehari-hari
Ragam dan Laras bahasa bagi kehidupan sehari-hari sangat penting, karena sebagai ciri-ciri khusus penggunaan bahasa yang mengikuti bidang yang disesuaikan oleh suatu wacana.
Contohnya,
dalam bidang bisnis, menggunakan ragam bahasa usaha dan laras bahasa perniagaan
untuk mempengaruhi pengguna membentuk tanggapan tertentu. Dalam bidang
akademik, menggunakan ragam bahasa yang baku dan laras bahasa akademik untuk
menjadikan pelajaran dan dapat di mengerti oleh para siswa. Dan untuk seorang
penerjemah, untuk menghasilkan karya terjemahan, penerjemah harus mengetahui
ragam dan laras suatu bahasa agar karya terjemahannya dapat dimengerti oleh
pembaca.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar